Aku masih duduk manis di wanet ini - terlalu malas untuk membopong laptop ke kampus (yang jaraknya hanya sejauh 'terpeleset') demi hotspot. Mengisap rokokku sambil sesekali mengirim SMS ke teman di bilik sebelah untuk mengomentari gerombolan perempuan ribut yang kupikir pastilah kesurupan. Aku tidak dapat menemukan alasan lain yang cukup masuk akal untuk menjawab tanya "mengapa mereka harus seantusias itu".
Baru kembali ke Yogya kemarin setelah sekitar sepuluh hari berada di Jakarta - kota yang sangat mengagumkan dengan dua sisi kontras yang bernafas berdampingan. Bayangkan, aku dapat melihat deretan gedung tinggi sebagai latar belakang tumpukan pemukiman kumuh hanya dari satu sudut pandang mataku. Perjalanan yang menguji batin dan iman atas begitu banyak hal menyangkut keluarga - dilengkapi dengan peristiwa di-cancel-nya penerbangan yang seharusnya kulakukan tadi malam (syukurnya Tuhan berbaik hati masih menyisakan satu kursi untukku di penerbangan lain - walau harus berlari-lari menyusuri Cengkareng yang seperti miniatur bola dunia karena ukurannya, dan mengalahkan adegan Dian Sastro dalam film AADC dengan gerakan dan lokasi yang sama) sebagai puncak acara.
Aku akan menulis cerita lengkap mengenai 'si sepuluh hari' ini, tapi bukan sekarang. Aku mulai lapar. Sebelum maag-ku kumat, aku harus segera pergi dan beranjak membeli makan. Lapaaaarrr...... Aku lapaaaarrr...
2 komentar:
Sounds like a big experience there...waiting for the rest. DCL.
sounds so sad... doesnt reflect the white chrysant. every cloud has a silver lining..sounds very old say, but it's true.. be optimistic..luv.
Posting Komentar